Apakah yang terlintas di benak teman-teman ketika membaca tema ini? Ketika saya merenungkannya, ungkapan ‘’Ini Aku Tuhan, Utuslah Aku’’ (baca Yesaya 6:8) sebenarnya memiliki arti yang dalam karena menyangkut kesediaan diri seseorang untuk melayani. Motivasi apa saja yang melandasi kesediaan untuk melayani? Apa saja pergumulan-pergumulan yang dihadapai oleh seorang pelayan? Bagaimana konsep pelayanan yang benar? Beberapa pertanyaan ini yang dibahas oleh pembicara Pdt Yael (GKI Kav Polri).
Pelayan itu sendiri dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru menggunakan istilah yang berbeda. PL menggunakan istilah ‘’sharath’’ (to serve, minister) atau ’’ebed {eh'-bed}’’ (servant, slave), sedangkan PB menggunakan istilah ‘’diakonos’. Sharath dan ebed memilik arti yang hampir serupa yaitu melayani, mengabdi, terikat, tidak punya kebebasan dan pilihan, bahkan ebed mempunyai arti yang lebih dalam : seorang budak, tidak memiliki hak hidup, dan sangat terikat kepada tuannya. Berbeda dengan diakonos yang artinya orang yang dipanggil untuk melayani dan sepenuhnya diserahkan untuk menjadi pelayan Tuhan.
Jelas sekali perbedaan antara kedua istilah diatas. Kita sekarang memaknai pelayanan itu sendiri sebagai sebuah PANGGILAN (ingat, PANGGILAN didasari oleh kerelaan untuk bersedia dipanggil). Setiap orang yang mengenal Allah, dipanggil/diajak untuk melayani.
Keistimewaan dari makna panggilan ini adalah KITA sebagai ANAK ANAK ALLAH otomatis menjadi PELAYAN ALLAH (karena kita telah dibeli dan harga nya telah lunas dibayar, status kita berubah : tidak lagi hamba dosa melainkan milik ALLAH). Dan seperti sudah disebutkan diatas, perbedaan mendasar adalah kita diberikan PILIHAN dan KEBEBASAN untuk menjalankan pelayanan kita sesuai dengan panggilan kita masing-masing. Tidak semua orang memiliki panggilan menjadi hamba Tuhan di lingkungan gereja, contohnya menjadi pendeta, majelis jemaat, badan pengurus komisi, liturgos kebaktian/persekutuan, pemain musik, anggota paduan suara, tetapi kita bisa memaknai panggilan itu di kehidupan pekerjaan dan keseharian kita.
Satu hal yang sangat disayangkan adalah banyak orang Kristen salah memaknai arti kebebasan dalam pelayanan itu sendiri. Kita menganggap bahwa Allah memberikan kekebasan penuh kepada kita dalam hal pelayanan, sehingga kita sering kali berlaku asal-asalan dan tidak serius dalam pelayanan. Allah memang memberikan kebebasan, tetapi DIA tetap MEMINTA yang terbaik (Lukas 10:42; Im 6:20; Kej 43:11). Allah ingin setiap orang yang dipanggil, dengan sungguh-sungguh mau memaknai panggilan itu dengan sukacita dan bukan karena paksaan.
Pelayan itu sendiri dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru menggunakan istilah yang berbeda. PL menggunakan istilah ‘’sharath’’ (to serve, minister) atau ’’ebed {eh'-bed}’’ (servant, slave), sedangkan PB menggunakan istilah ‘’diakonos’. Sharath dan ebed memilik arti yang hampir serupa yaitu melayani, mengabdi, terikat, tidak punya kebebasan dan pilihan, bahkan ebed mempunyai arti yang lebih dalam : seorang budak, tidak memiliki hak hidup, dan sangat terikat kepada tuannya. Berbeda dengan diakonos yang artinya orang yang dipanggil untuk melayani dan sepenuhnya diserahkan untuk menjadi pelayan Tuhan.
Jelas sekali perbedaan antara kedua istilah diatas. Kita sekarang memaknai pelayanan itu sendiri sebagai sebuah PANGGILAN (ingat, PANGGILAN didasari oleh kerelaan untuk bersedia dipanggil). Setiap orang yang mengenal Allah, dipanggil/diajak untuk melayani.
Keistimewaan dari makna panggilan ini adalah KITA sebagai ANAK ANAK ALLAH otomatis menjadi PELAYAN ALLAH (karena kita telah dibeli dan harga nya telah lunas dibayar, status kita berubah : tidak lagi hamba dosa melainkan milik ALLAH). Dan seperti sudah disebutkan diatas, perbedaan mendasar adalah kita diberikan PILIHAN dan KEBEBASAN untuk menjalankan pelayanan kita sesuai dengan panggilan kita masing-masing. Tidak semua orang memiliki panggilan menjadi hamba Tuhan di lingkungan gereja, contohnya menjadi pendeta, majelis jemaat, badan pengurus komisi, liturgos kebaktian/persekutuan, pemain musik, anggota paduan suara, tetapi kita bisa memaknai panggilan itu di kehidupan pekerjaan dan keseharian kita.
Satu hal yang sangat disayangkan adalah banyak orang Kristen salah memaknai arti kebebasan dalam pelayanan itu sendiri. Kita menganggap bahwa Allah memberikan kekebasan penuh kepada kita dalam hal pelayanan, sehingga kita sering kali berlaku asal-asalan dan tidak serius dalam pelayanan. Allah memang memberikan kebebasan, tetapi DIA tetap MEMINTA yang terbaik (Lukas 10:42; Im 6:20; Kej 43:11). Allah ingin setiap orang yang dipanggil, dengan sungguh-sungguh mau memaknai panggilan itu dengan sukacita dan bukan karena paksaan.