by Igustin
Ini adalah film mengenai seorang ayah yang memiliki anak yang menyandang autisme berjudul Ocean Heaven. Kisah yang berdasarkan dari cerita nyata ini menggambarkan perjuangan ayah yang berusaha mengajarkan anaknya yang menyandang autisme dengan sabar. Sang ayah, Wang, diceritakan menderita sakit keras dan umurnya ditentukan hanya dalam hitungan waktu yang sebentar. Sementara anaknya sudah berumur kurang lebih 21 tahun. Sejak istrinya meninggal Wang selalu mengurusi dan memenuhi kebutuhan Dafu, anaknya. Ia selalu membawa Dafu kemanapun ia pergi bahkan ketika bekerja sekalipun. Wang memang sakit namun ia tidak bisa dirawat intensif di RS karena ia harus bekerja dan memenuhi kebutuhan anaknya. Maka masalah muncul ketika Wang berpikir akan masa depan Dafu setelah ia meninggal. Sempat putus asa, maka Wang sempat mencoba membunuh Dafu dan dirinya sendiri dengan cara menenggelamkan diri di laut. Namun usaha itu tak berhasil karena Dafu dengan mengejutkan masih mampu berenang dan menyelamatkan ayahnya meski tubuhnya sudah dipakaikan batu pemberat. Maka Wang meminta bantuan dinas sosial dan yayasan sosial mulai dari panti asuhan hingga rumah sakit jiwa agar merawat anaknya ketika ia meninggal. Sayangnya tidak ada satupun lembaga yang mau menerima Dafu karena dianggap tidak sesuai dengan kriteria yang mereka tentukan. Untung saja di masa sulit itu Wang bertemu dengan mantan kepala sekolah di tempat Dafu sekolah ketika kecil dulu. Liu, mantan kepsek ini baru saja mendirikan yayasan yang menampung dan merawat penyandang autis dan Wang merasa ini adalah tempat yang tepat untuk Dafu tinggal sepeninggal dirinya nanti. Sayangnya tidak semudah membalikkan tangan untuk membuat Dafu betah tinggal di tempat yang baru. Wang masih tetap menemani Dafu di asrama yayasan itu. Wang sadar kalau Dafu masih terbiasa dengan dirinya dan belum terbiasa mandiri. Maka Wang pun mulai mengajarkan Dafu agar mandiri, mulai dari membuka baju sendiri, memasak telur, naik dan turun bis di tempat yang tepat hingga mengepel lantai di tempat kerjanya. Laki-laki setengah baya itu telah merencanakan agar Dafu bekerja menggantikan dirinya setelah dirinya tiada. Satu hal lagi, Wang juga mensugesti pikiran Dafu agar ia tidak merasa kehilangan dirinya ketika saatnya tiba nanti.
Film ini merupakan salah satu film yang mengangkat perlunya pemenuhan hak-hak anak berkebutuhan khusus, sebagai anak-anak yang berbeda dengan anak-anak yang lain, mereka memerlukan perlakuan yang berbeda pula. Sebagai anak autis, mereka tumbuh dan berkembang secara fisik tetapi tak sebanding dengan perkembangan mental mereka. Masalah biasa timbul ketika mereka berinteraksi dan berkomunikasi dengan lingkungan sekitar seperti mengeluarkan kata-kata yang tak dimengerti orang lain atau mengamuk tak terkendali. Dan hal ini akan semakin parah jika orang tua tidak mau menerima keberadaan mereka, atau bahkan tak perduli dengan mereka.
Mari kita baca Yohanes 9:1-3, Waktu Yesus sedang lewat, Ia melihat seorang yang buta sejak lahirnya. Murid-muridNya bertanya kepadaNya: “Rabi, siapakah yang berbuat dosa, orang ini sendiri atau orang tuanya, sehingga ia dilahirkan buta?” Jawab Yesus: “Bukan dia dan bukan juga orangtuanya, tetapi karena pekerjaan-pekerjaan Allah harus dinyatakan di dalam dia. Banyak hal terjadi diluar logika/kemampuan manusia. Manusia boleh berencana tapi Tuhan yang berkehendak atas rencana tersebut terjadi atau tidak. Demikian pula dengan anak-anak penyandang autisme, jangan mencari dosa siapa, mengapa mereka dilahirkan berbeda, karena di mata Allah semua manusia berharga. Kita sebagai manusia yang dilahirkan sempurna, hendaknya bisa meneladani sikap Kristus: saling mengasihi, sabar membantu, mendidik atau memperlakukan anak-anak penyandang autisme dengan penuh kasih sayang, tidak memaksakan mereka untuk melakukan hal-hal yang sulit bagi mereka. Menghadapi anak-anak berkebutuhan khusus memerlukan kasih, kesabaran, kebaikan dan kesetiaan dalam menemani mereka.
Film ini terkhusus ditujukan untuk mereka para orang tua, khususnya yang memiliki anak-anak spesial, agar selalu sabar dan tak berhenti mendidik dengan baik dan penuh kasih sayang.
Ini adalah film mengenai seorang ayah yang memiliki anak yang menyandang autisme berjudul Ocean Heaven. Kisah yang berdasarkan dari cerita nyata ini menggambarkan perjuangan ayah yang berusaha mengajarkan anaknya yang menyandang autisme dengan sabar. Sang ayah, Wang, diceritakan menderita sakit keras dan umurnya ditentukan hanya dalam hitungan waktu yang sebentar. Sementara anaknya sudah berumur kurang lebih 21 tahun. Sejak istrinya meninggal Wang selalu mengurusi dan memenuhi kebutuhan Dafu, anaknya. Ia selalu membawa Dafu kemanapun ia pergi bahkan ketika bekerja sekalipun. Wang memang sakit namun ia tidak bisa dirawat intensif di RS karena ia harus bekerja dan memenuhi kebutuhan anaknya. Maka masalah muncul ketika Wang berpikir akan masa depan Dafu setelah ia meninggal. Sempat putus asa, maka Wang sempat mencoba membunuh Dafu dan dirinya sendiri dengan cara menenggelamkan diri di laut. Namun usaha itu tak berhasil karena Dafu dengan mengejutkan masih mampu berenang dan menyelamatkan ayahnya meski tubuhnya sudah dipakaikan batu pemberat. Maka Wang meminta bantuan dinas sosial dan yayasan sosial mulai dari panti asuhan hingga rumah sakit jiwa agar merawat anaknya ketika ia meninggal. Sayangnya tidak ada satupun lembaga yang mau menerima Dafu karena dianggap tidak sesuai dengan kriteria yang mereka tentukan. Untung saja di masa sulit itu Wang bertemu dengan mantan kepala sekolah di tempat Dafu sekolah ketika kecil dulu. Liu, mantan kepsek ini baru saja mendirikan yayasan yang menampung dan merawat penyandang autis dan Wang merasa ini adalah tempat yang tepat untuk Dafu tinggal sepeninggal dirinya nanti. Sayangnya tidak semudah membalikkan tangan untuk membuat Dafu betah tinggal di tempat yang baru. Wang masih tetap menemani Dafu di asrama yayasan itu. Wang sadar kalau Dafu masih terbiasa dengan dirinya dan belum terbiasa mandiri. Maka Wang pun mulai mengajarkan Dafu agar mandiri, mulai dari membuka baju sendiri, memasak telur, naik dan turun bis di tempat yang tepat hingga mengepel lantai di tempat kerjanya. Laki-laki setengah baya itu telah merencanakan agar Dafu bekerja menggantikan dirinya setelah dirinya tiada. Satu hal lagi, Wang juga mensugesti pikiran Dafu agar ia tidak merasa kehilangan dirinya ketika saatnya tiba nanti.
Film ini merupakan salah satu film yang mengangkat perlunya pemenuhan hak-hak anak berkebutuhan khusus, sebagai anak-anak yang berbeda dengan anak-anak yang lain, mereka memerlukan perlakuan yang berbeda pula. Sebagai anak autis, mereka tumbuh dan berkembang secara fisik tetapi tak sebanding dengan perkembangan mental mereka. Masalah biasa timbul ketika mereka berinteraksi dan berkomunikasi dengan lingkungan sekitar seperti mengeluarkan kata-kata yang tak dimengerti orang lain atau mengamuk tak terkendali. Dan hal ini akan semakin parah jika orang tua tidak mau menerima keberadaan mereka, atau bahkan tak perduli dengan mereka.
Mari kita baca Yohanes 9:1-3, Waktu Yesus sedang lewat, Ia melihat seorang yang buta sejak lahirnya. Murid-muridNya bertanya kepadaNya: “Rabi, siapakah yang berbuat dosa, orang ini sendiri atau orang tuanya, sehingga ia dilahirkan buta?” Jawab Yesus: “Bukan dia dan bukan juga orangtuanya, tetapi karena pekerjaan-pekerjaan Allah harus dinyatakan di dalam dia. Banyak hal terjadi diluar logika/kemampuan manusia. Manusia boleh berencana tapi Tuhan yang berkehendak atas rencana tersebut terjadi atau tidak. Demikian pula dengan anak-anak penyandang autisme, jangan mencari dosa siapa, mengapa mereka dilahirkan berbeda, karena di mata Allah semua manusia berharga. Kita sebagai manusia yang dilahirkan sempurna, hendaknya bisa meneladani sikap Kristus: saling mengasihi, sabar membantu, mendidik atau memperlakukan anak-anak penyandang autisme dengan penuh kasih sayang, tidak memaksakan mereka untuk melakukan hal-hal yang sulit bagi mereka. Menghadapi anak-anak berkebutuhan khusus memerlukan kasih, kesabaran, kebaikan dan kesetiaan dalam menemani mereka.
Film ini terkhusus ditujukan untuk mereka para orang tua, khususnya yang memiliki anak-anak spesial, agar selalu sabar dan tak berhenti mendidik dengan baik dan penuh kasih sayang.